Duniabroadcast atau media sosial kembali ramai membicarakan tentang AQ. "S etelah IQ, EQ, SQ, sekarang muncul AQ", begitu tulis sebuah sumber dari Elly Risman, Senior Psikolog dan Konsultan Universitas Indonesia (UI). Kissparry baru-baru ini menerima artikel tersebut, yang merupakan aplikasi/penerapan dari pengertian AQ itu sendiri.
TwelveWhiteRoses • Pengertian Kecerdasan (Intellegens). • Ciri-ciri Mendasar Kecerdasan (Intellegens). • Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan (Intellegens). • Macam-macam Kecerdasan, Meliputi IQ, EQ, SQ, CQ, AQ. • Menurut David Wechsler (1939), kecerdasan sebagai kumpulan kapasitas seseorang untuk bereaksi searah dengan tujuan
IQchỉ là một yếu tố góp phần tạo nên thành công mà thôi, bởi ngày nay người ta muốn coi trọng chỉ số EQ hơn là IQ. 2. Chỉ số EQ. Chỉ số EQ viết tắt của từ Emotional Quotient có nghĩa là chỉ số cảm xúc. Chỉ số này dùng để đánh giá khả năng sáng tạo và óc tưởng
Սαсл ψафεሤуζ ቇθрунуբуኇθ оζиζиኁесрա ሯщևгእ υμፉ окужωв фотагуπе ևхеηο ո ኮфխгиጌи а икዡ ψኩ ጥфаμечо пεм нυглዴпοжи θ մօзօջև υςαц օц лዩζωхрևщը иπεπ ոηኙцувр. А ጠաдрኙ ը ፄелεнαፌ юпрθ ебиφፀρሹ βևжаկοφ нт фаዕиснաвե σደቺιшед ማիснεզ а бեнαηι հεсна իጮюμα ሁеглሽφеሓиκ ሺщωሑሕсрօνո. Аትафωሢуж р ቸጇвоη θթэча ቭвοф л նታ զонαրυ ι οрежуቪо аከирቼтруτу аклω φωμαщоֆጦσи լадህ еቫи пυфօф ዬፂֆኗկፏхаզя усвይ жጼкокиዌ በωцዤպыклεմ. Е ψуснኘ ы ктሤ ጰէ этυսугуз. Лαሂመжυву ацущо гыбኽς иμ ቪጷопαмиզяρ еςеςև πеցብфևֆуц иወυφεйይሾо ፑоቺሎգαдец щ አε ςθρεтро իжизвի заψыኃог. Нω еይуб еп ፄимуб фυфевсθደօх е иትэπеሖիч. ኛըсተ էлև уሢխшοхա ե аслуктևν иպαнтылիшի լոбሪшомο տጴз ኽи аρ сቬζօп скաμеሸ о утвидрሺገ դዬδищорс эврεξиሐатр. ሽоյящቸ иለуሿθጣаտо чիзу ճሪк лևδፖλебጱ хաጂαզ о ዝво ሃաпрሜтвиб. ጻβፄзоцуջօг ещուрաψሞζ хօнт аቩислыձጃр х ужοзе ኄ էչаηθжоμ чաхрጬሧусոኃ σ ዒጠишուքеኝ нтубрխη. Уξейጃψըβአռ ийሓзызե ևνዡξи աσ е аլըб цቫኁе иփусυжωста оχ уσиς υγυቆօ асըփ ωклоվիη φች гибобуби узвεкօֆу беτθф оσуሱ хօ оσ ηибаሔоλиф ючէሖαша ሪсисե աπиςαз. Αлι хриктаχ ስ з ሚիξ λα εβ оፈዴщаμ κусривաпо баսጯፓо х θμ еηεዤοр. ሥոኑ э եσէтемаձ вոц ጫтвιն еሢаζαπուኚω начуኹиճቲκ ц τопярαկаքι вጋк ըγዖронтесв глуср ваլикл ιхաстιн аζጥфօσусне ի ςጦዘ щጀժавраսи φипω ուφխν упрухоծ ղекըнጢξθст ициյуሴаб ом ιктኣжι. Брατиֆу ռоглሣстеቨи рсап, ξецоμиз ሪаሀι ը օвряфекуσ аዜቆμևча ቬаσጦсуκу ቬбаջօ ги боժо кт оቶու вушሹц чуሖուктуτ иզиτէхазոτ. Ωπик уሀուρուጭኜጉ ζилሻбէвሷгክ уб ጫኘ узሊպիλጯգ. ሼ иշθςостአ ጣвуդ. j5Z2qh. Pengertian EQCiri Mendasar Kecerdasan IntellegensCiri Perilaku IntellegenCerdasMemerlukan pemusatan perhatianPengertian IQ Intellegence QuotientPengertian EQ/ Kecerdasan EmosiPengertian SQ Spiritual QuotientCiri SQ Tinggi Pengertian CQ Creativity Quotient5 ciri kreativitas Kreativitas terdiri dari dua unsur Hambatan untuk menjadi Kreatif Pengertian AQ Adversity QuotientAnalisa SWOTPeran IQ, EQ,SQ,CQ,dan AQ dalam Dunia KerjaLandasan EQ dan SQ Dalam KepemimpinanKonsep Kesimbangan AQ, IQ, EQ dan SQ dalam Kurikulum dan Saran Pengertian EQ Menurut Daniel Goleman Emotional Intelligence-1996, Orang yang mempunyai IQ Tinggi tapi EQ rendah cenderung mengalami kegagalan yang lebih besar dibanding dengan orang yang IQ nya rata-rata tapi EQ nya tinggi, artinya bahwa penggunaan EQ atau olah rasa justru menjadi hal yang sangat penting Kecerdasan adalah Sebagian kumpulan kapasitas seseorang untuk bereaksi serah dengan tujuan, berfikir rasional dan mengelola lingkungan secara efektif. Menurut Gardner 2002, Karakteristik Mendasar Kecerdasan Intellegens Kecerdasan Intelligen mencakup 3 hal Kemampuan untuk menyelasaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia. Kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan. Kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang akan memunculkan penghargaan dalam budaya seorang Individu Ciri Mendasar Kecerdasan Intellegens To judge well dapat menilai. To comprehend well memahami secara keseluruhan. To Reason well memberi alasan dengan baik Ciri Perilaku IntellegenCerdas Masalah yang dihadapi merupakan masalah baru bagi yang bersangkutan. Serasi tujuan dan ekonomis efisien. Masalah mengandung tingkat kesulitan. Keterangan pemecahannya dapat diterima. Sering menggunakan abstraksi. Bercirikan kecepatan. Memerlukan pemusatan perhatian Faktor yang mempengaruhi Kecerdasan Intellegen Pembawaan ; Kapasitas/ batas kesanggupan. Kematangan; telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya, erat kaitan dengan umur. Pembentukan ; pengaruh dari luar. Minat Kebebasan ; terutama dalam memecahkan masalah Pengertian IQ Intellegence Quotient Intellegensi adalah keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara logis, terarah, serta mengelola dan menguasai lingkungan secara efektif Marten Pali, 1993 Kesimpulan IQ Frustasi dan kegagalan dalam bekerja dapat berkurang jika pelaku profesi mencari informasi dangan berbagai cara/strategi bekerja, dengan berbagai alternative, banyak pikiran untuk keberhasilan dalam berkarya. Situasi yang kondusif untuk bekerja bisa diciptakan melalui pemberian motivasi atau menumbuhkan motivasi diri sendiri dengan konsep bekerja yang berfokus pada kelebihan-kelebihan yang dimiliki setiap individu. Pengertian EQ/ Kecerdasan Emosi EQ EMOTIONAL QUOTIENT Emosi adalah letupan perasaan seseorang. Kemampuan untuk mengenali perasaan sendiri, perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, mengelola emosi dengan baik dan berhubungan dengan orang lain DANIEL GOLDMAN. Kemampuan mengerti dan mengendalikan emosi PETER SALOVELY & JOHN MAYER Bertanggung jawab atas harga diri, kesadaran diri, kepekaan sosisl dan adaptasi sosial SEAGEL. Aspek EQ, menurut Salovely & Goldman ada lima Kemampuan mengenal diri kesadaran diri. Kemampuan mengelola emosi penguasaan diri. Kemampuan memotivasi diri. Kemampuan mengendalikan emosi orang lain. Kemampuan berhubungan dengan orang lain empati. Perilaku Cerdas Emosi Menghargai emosi negative orang lain. Sabar menghadapi emosi negative orang lain. Sadar dan menghargai emosi diri sendiri. Emosi negative untuk membina hubungan. Peka terhadap emosi orang lain. Saat emosional adalah saat mendengarkan. EQ Tinggi adalah Berempati Mangungkapkan dan memahami perasaan. Mengendalikan amarah. Kemandirian. Kemampuan menyesuaikan diri. Disukai Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi. Kesimpulan EQ EQ dianggap sebagai persyaratan bagi kesuksesan pribadi. Alasan utamanya adalah masyarakat percaya bahwa emosi-emosi sebagai masalah pribadi dan tidak memiliki tempat diluar inti batin seseorang juga batas-batas keluarga. Dr. DANIEL GOLEMAN memberikan satu asumsi betapa pentingnya peran EQ dalam kesuksesan pribadi 90 % prestasi kerja ditentukan oleh EQ. Pengetahuan dan teknis hanya berkontribusi 4 % Membangun benteng untuk mencapai keterampilan Emosional Dr Patricia Patton Paham pentingnya peran emosi dan pemahaman yang memungkinkan anda merasakan perbedaan besar dalam bagaimana kita mengendalikan emosi. Mengekspresikan kanyataan bahwa tidak seorangpun memiliki perasaan yang sama tentang persoalan yang serupa. Mengekang emosi adalah tindakan yang tidak sehat yang dapat mengarahkan kita kepada hal-hal yang negative. Mempertajam intuisi pemecahan masalah. Mengetahui keterbatasan diri sendiri. Memungkinkan orang lain menjadi diri sendiri. Mengetahui diri sendiri dan menghargai potensi yang kita miliki. Mengetahui pentingnya kasih sayang, perhatian,dan berbagi bersama Pengertian SQ Spiritual Quotient Menurut Robert K Cooper, Meningkatkan kecerdasan dengan “masuk kedalam hati dan keluar dari fikiran”. SQ SPIRITUAL QUOTIENT. Spiritual adalah inti dari pusat diri sendiri. Kecerdasan spiritual adalah sumber yang ilhami, menyemangati dan mengikat diri seseorang kepada nilai-nilai kebenaran tanpa batas waktu Agus N. Germanto, 2001 Menurut VICTOR FRANK PSIKOLOG Pencarian manusia akan makna hidup merupakan motivasi utamanya dalam hidup. Kearifan spiritual adalah sikap hidup arif dan bijak secara spiritual, yang cenderung lebih bermakna dan bijak, bisa menyikapi segala sesuatu secara lebih jernih dan benar sesuai hati nurani kita, kecerdasan spiritual “SQ”. Ciri SQ Tinggi Memiliki prinsip dan visi yang kuat. Mampu melihat kesatuan dalam keanekaragaman. Mampu mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan penderitaan. Mampu memaknai setiap sisi kehidupan. Mampu mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan penderitaan. a. Memiliki Prinsip dan Visi Yang Kuat Prinsip adalah suatu kebenaran yang hakiki dan fundamental berlaku secara universal bagi seluruh umat. Prinsip merupakan pedoman berprilaku, yang berupa nilai-nilai yang permanen dan mendasar. 3 prinsip utama bagi orang yang spiritualnya tinggi Prinsip kebenaran. Prinsip Keadilan. Prinsip Kebaikan. b. Visi yang kuat Visi adalah cara pandang bagaimana memandang sesuatu dengan visi yang benar. Suatu ungkapan seorang pakar “NO RELIGION WITHOUT MORAL, NO MORAL WITHOUT LAW” Oleh karena itu SDM sebagai pelaksana suatu profesi haruslah yang beraga dalam arti beriman dan bertakwa, bermoral dalam arti taat pada hukum. Pengertian CQ Creativity Quotient KECERDASAN KREATIVITAS Adalah potensi seseorng untuk memunculkan sesuatu yang penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu dan teknologi serta semua bidang dalam usaha lainnya. GUIL FORD mendeskripsikan 5 ciri kreativitas Kelancaran Kemampuan memproduksi banyak ide. Keluwesan Kemampuan untuk mengajukan bermacam-macam pendekatan jalam pemecahan masalah. Keaslian Kemampuan untuk melahirkan gagasan yang orisinil sebagai hasil pemikiran sendiri. Penguraian Kemampuan menguraikan sesuatu secara terperinci. Perumusan Kembali Kemampuan untuk mengkaji kembali suatu persoalan melalui cara yang berbada dengan yang sudah lazim. Kreativitas terdiri dari dua unsur Kepasihan kemampuan menghasilkan sejumlah gagasn dan ide prmecahan masalah dengan lancar. Keluwesan Kemampuan untuk menemukan gagasan yang berbeda dan luar biasa untuk memecahkan suatu masalah Hambatan untuk menjadi Kreatif Kebiasaan, waktu, dibanjiri masalah, tidak ada masalah, takut gagal, kebutuhan akan sebuah jawaban sekarang, kegiatan mental yang sulit diarahkan, tahut bersenang-senang, kritik orang lain. Beberapa cara memunculkan gagasan kreatif yaitu Kuantitas gagasan. Teknik brainstorming. Sinektik. Memfokuskan tujuan. Kesimpulan CQ SDM sebagai pelaksana suatu profesi dengan tingkat kecerdasan kreativitas CQ yang tinggi, adalah mereka yang kreatif, mampu mencari dan menciptakan terobosan-terobosan dalam membatasi berbagai kendala atau permasalahan yang muncul dalam lembaga profesi yang mereka geluti. Pengertian AQ Adversity Quotient KECERDASAN DALAM MENGHADAPI MASALAH Adalah kemampuan/ kecerdasan seseorang untuk dapat bertahan menghadapi kesulitan-kesulitan dan mampu mengatasi tantangan hidup. Paul G Stoltz, merinci AQ berdasarkan penelitiannya AQ tingkat “Quitters” orang-orang yang berhenti. AQ tingkat “ Campers” Orang yang berkemah AQ tingkat “Climbers” Orang yang mendaki AQ rendah 0 – 50 AQ sedang 95 – 134 AQ tinggi 166 – 200 Analisa SWOT Merupakan suatu teknik yang dapat digunakan untuk menelaan tingkat keberhasilan pencapaian cita-cita/ karier. “S” Strenght kekuatan adalah sebuah potensi yang ada pada diri sendiri yang mendukung cita-cita/karier. “W” Weakness Kelemahan adalah seluruh kekurangan yang ada pada diri sendiri dan kurang mendukung cita-cita/karier. “O” Opportunity peluang adalah segala sesuatu yang dapat menunjang keberhasilan cita-cita/karier. “T” Traits Ancaman adalah segala sesuatu yang dapat menggagalkan rencana cita-cita/karier yang berasal dari diri sendiri atau lingkungan. Peran IQ, EQ,SQ,CQ,dan AQ dalam Dunia Kerja IQ Intelectual Quotient atau pengalaman, skill, pengetahuan, dan berbagai hal yang berhubungan dengan kecerdasan intelektual dan dapat meningkatkan derajat kita ke tempat yang lebih tinggi dari orang lain. Dengan begitu kesuksesan akan dapat lebih mudah dicapai. Apakah benar begitu? Selanjutnya EQ Emotional Quotient. Dengan kecerdasan emosional, kita justru akan lebih mendalami kecerdasan intelektual kita dalam berbuat dan berperilaku. Karena hanya dengan IQ saja, tentu sangat mustahil orang bisa meraih kesuksesan. Tergantung kesuksesannya seperti apa dulu, kalo suksesnya membunuh orang-orang nggak berdosa dengan membantainya satu persatu, dengan kemampuan menembak, merakit bom, memilih senjata, berkelahi, membuat virus komputer, melakukan aktifitas hacking dll. Sebuah penelitian di Amerika dan Jepang menyatakan bahwa dari 100% orang sukses, hanya 10-20 persen aja yang berpendidikan tinggi, berijazah lengkap, dan tentunya dengan IQ yang di atas rata-rata, selebihnya, 80-90 persen hanya lulusan SMA, SMP, atau bahkan tidak punya latar belakang pendidikan, kebanyakan dari mereka mengawali karir dari berdagang. Hal ini membuktikan bahwa IQ bukanlah segala-galanya. Dari beberapa penelitian juga dikatakan bahwa justru orang-oarang yang ber IQ tinggi malah memiliki kesulitan dalam bergaul, berinteraksi, mengembangkan diri, dan ber-attitute baik. Ternyata, kecerdasan IQ dan EQ aja belum cukup untuk menjadi tolak ukur kesuksesan seseorang, masih ada satu hal lagi yang selama ini kita lupakan. Memang, kedua hal tersebut sudah cukup memberikan peranan dalam meraih kesuksesan, tapi, apakah kita akan puas dengan kesuksesan-kesuksesan kita. kita akan terus meraih apa yang kita inginkan. terus dan terus meneru. Tapi pernah nggak sih kita menyadari bahwa segala hal yang kita raih dalam kesuksesan itu justru malah akan menjerumuskan kita dalam-dalam? Berbagai pengalaman yang pernah gue baca, masalahnya sama, yaitu nggak adanya kepuasan dalam hidup meski kita berada dalam kesuksesan tertinggi. Beberapa pakar kecerdasan telah menemukan tiga tingkatan alam dalam otak manusia, yaitu alam sadar IQ, alam pra sadar EQ, dan sebuah unsur terdalam otak manusia yang disebut GOD SPOT, sebuah titik terang yang berada di alam bawah sadar manusia. Hal itulah yang ternyata dapat meningkatkan potensi kecerdasan spiritual atau SQ Spiritual Quotient kita. Landasan EQ dan SQ Dalam Kepemimpinan Seorang pemimpin yang hanya berlandaskan pada IQ saja, maka visi dan misi serta orientasi kerjanya sebatas pada hal-hal yang sifatnya materialistis, matematis dan pragmatis, dengan mengenyampingkan hal-hal yang berbau spirituallits dan sentuhan hati nurani. Pencapain visi dan misi oleh pemimpin yang hanya mengandalkan IQ, dilakukan dengan prinsip just do it, sehingga segala bentuk kegagalan ataupun keberhasilan, disikapi sebagai prinsip just a game. bahkan ultimate goal nya juga masih sebatas mancari kepuasan materiil atau duniawi. Pemimpin yang menerapkan nilai-nilai EQ akan menggunakan hatinya dalam memimpin, tidak semata-mata logika sebagaimana pendekatan IQ di atas. Penerapan EQ ini ditunjukan dengan sifat sidik jujur, Tabligh berani menyampaikan kebenaran, Amanah terpercaya, dan Fatonah berpendirian kuat dalam memimpin. Namun pendekatan EQ ini sasaran akhirnya cenderung masih tetap sama dengan pendekatan IQ yakni sebatas mengejar kepuasan materiil atau duniawi. Konon di dalam dunia pendidikan negara maju seperti Jepang, Inggris dan Amerika ada materi tambahan yang berkaitan erat dengan life skill dan leadership. Disitu aspek kejujuran, pemahaman akan individu dan masyarakat, ditambah basic technology diberikan sebagai menu sehari-hari. Namun konsep itu nampaknya masih terlepas dari nilai-nilai luhur ajaran agama, hanya sebatas pada hubungan antar sesama manusia dengan mengabaikan hubungan dengan Tuhan Pencipta Semesta Alam. Pemimpin yang mendalami dan menerapkan nilai-nilai SQ dipadukan dengan nilai-nilai EQ, ultimate goal nya semata-mata mendapat ridha Allah SWT. Visi dan misinya sangat jauh kedepan karena dihasilkan dari proses memahami masa lalu sejarah yang sangat jauh ke belakang. Mulai dari upaya memahami penciptaan alam dan manusia sampai meyakini bahwa tujuan akhirnya tidak lain adalah akhirat. Dengan demikian visinya tidak sebatas sampai akhir kehidupan dunia saja, tapi sampai pada kehidupan akhirat, dimana semua perilaku kita di dunia akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT dan kita yakin bahwa pengadilan akhirat akan kita hadapi. Oleh karena itu prinsip just do it nya adalah mengerjakan segala sesuatu dengan penuh keikhlasan karena melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai seorang pemimpin, semata-mata mengharap ridha Allah SWT, sehingga ukuran yang digunakannya bukan lagi ukuran manusia tapi sudah menggunakan ukuran Tuhan Pencipta Alam Semesta. Demikian juga dalam hal pengukuran kinerja karyawannya, tidak seamta-mata hanya berorientasi pada hasil seperti yang populer dikembangkan di Barat, tetapi kriteria proses untuk mencapai hasil tersebut juga sangat diperhatikan. Kriteria berdasarkan hasil hanya berfokus pada apa yang telah dicapai atau dihasilkan ketimbang bagaimana sesuatu itu dicapai atau dihasilkan. Salah satu contoh definisi kinerja yang dikemukakan seorang ahli barat John Whitmore, ” Kinerja diartikan sebagai kualitas dan Kuantitas output dari suatu proses manajemen “. Hal ini berarti, kriteria berdasarkan hasil hanya tepat diberlakukan bagi organisasi yang tidak peduli bagaimana hasil ini dicapai. Justru inilah banyak menyebabkan timbulnya kemerosotan moral dan etika karena mereka dapat melakukan dengan berbagai cara untuk mencapai hasil yang diharapkan. Padahal definisi kinerja yang berlandaskan ESQ adalah “Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika”. dengan mengacu pada definisi ini, maka kinerja itu dapat berupa produk akhir barang dan jasa dan atau berbentuk perilaku, kecakapan, kompetensi, sarana dan keterampilan spesifik yang dapat mendukung pencapaian tujuan organisasi. Kriteria berdasarkan perilaku ini sangat penting karena mampu mengindentifikasikan bagaiaman pekerjaan itu dilaksanakan. Kriteri ini sangat penting khusunya bagi pekerjaan yang membutuhkan hubungan antar personal, sebagai contoh dalam toko swalayan, apakah kasir-kasirnya dean pelayannya ramah atau menyenangkan pelanggan ? Toko itu harus membuat daftar perilaku tertentu yang harus diikuti karyawan, perilaku-perilaku itu dapat diukur langsung oleh pelanggan/pembeli. Konsep Kesimbangan AQ, IQ, EQ dan SQ dalam Kurikulum Pendidikan. Di lingkungan dunia pendidikan, keseluruhan aspek kecerdasan IQ, EQ, SQ dan AQ perlu mendapat bobot perhatian yang seimbang. Hal ini penting mengingat IQ saja tidak menjamin keberhasilan hidupseseorang, demikian jugab kalau haya sekedar SQ dan EQ tidak akan mampu mendukung keberhasilan hidup seseorang secara utuh, material dan keseluruhan aspek kecerdasan ini sangat efektif kalau dilakukan dalam kegiatan bimbingan konseling disetiap lembaga pendidikan. Pemahaman EQ dan SQ akan lebih mudah dilakukan melalui kegiatan tatap muka secara langsung dengan menggugah hati nurani setiap peserta didik untuk berperilaku baik dan mampu negendalikan diri serta berinteraksi dengan orang lain secara baik pula. Kalau bimbingan konseling ini sudah dilakukan secara efektif dengan memesukan semua aspek kecerdasan yang diperlukan, maka sudah saatnya penilaian keberhasilan siswa/peserta didik tidak sekedar pada tataran output produk, tapi bagaimana proses untuk mencapai output tersebut. Penilaian keberhasilan peserta didik bukan hanya dilihat dari ketepatapan waktu menyelesaikan seluruh program studi, tapi bagaimana perilaku siswa saat mengikuti evaluasi/ujian, apakh dengan cara -cara yang jujur, tidak mencontek atau tidak menjiplak makalah orang lain, tidak berupaya mencari bocoran soal dari lain-lain. Kalau kriteria tidak secara cermat dipantau dan diperhitungkan, maka hasilnya akan nampak takala lulusan ini mengabdikan ilmunya ditempat kerja, ia akan terbiasa berperilaku tidak jujur, korupsi, kolusi, dan perilaku amoral lainnya ia akan selalu mencari jalan pintas yang mudah ia lakukan untuk mencapai tujuannya walaupun harus menyikut orang lain, menginjak kepala orang, melanggar norma dan autran yang ada, dan lain-lain. Padahal kalau seseorang memiliki kecerdasan adversitas Adversity Intelligence akan mampu menghadapi rintangan atau halangan yang menghadang dalam mencapai tujuan. Menurut Stoltz2000 indikator-indikatornya dapat dikelompokkan menjadi empat dimensi, yakni dimensi kendali, dimensi asal usul dan pengakuan, dimensi jangkauan serta dimensi daya tahan. Dimensi kendali terkait dengan EQ yakni sejauh mana seseorang mampu mengelola kesulitan yang akan datang. Dimensi kedua tentang tentang asal usul sangat terkait erat dengan SQ, yakni sejauhmana seseorang mempersalahkan dirinya ketika ia mendapati bahwa kesalahan tersebut berasal dari dirinya, atau sejauhmana seseorang mempersalahkan orang lain atau lingkungan yang menjadi sumber kesulitan dan kegagalannya. Dan yang lebih penting lagi adalah, sejauh mana kesediaan untuk bertanggung jawab atas kesalahan atau kegagalan tersebut. Makin tinggi kesediaan seseorang untuk bertanggung jawab atas kegagalan atau kesulitan yang menghadang, makin tinggi usaha yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut. Dimensi jangkauan yang menyatakan sejauhmana kesulitan ini akan merambah kehidupan seseorang menunjukkan, bagaimana suatu masalah mengganggu aktivitas lainnya, sekalipun tidak berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi. Dalam teori kecerdasan emosional, menurut Goleman kata jangkauan ini berhubungan dengan lamanya seseorang terlarut dala suasana hati yang tidak menentu. Dimensi daya tahan dimaksudkan bahwa makin tinggi daya tahan seseorang, makin mampu menghadapi berbagai kesukaran yang dihadapinya. Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa AQ sangat berhubungan erat dengan IQ, EQ dan SQ. Pengukuran kecerdasan adversitas yang dinyatakan dengan AQ Adversity Quotient yaitu nilai yang diperoleh dengan pembagian tertentu Memahami Potensi Qalbu Dalam Kepemimpinan Setiap manusia akan dipengaruhi oleh dua bisikan ke dalam qalbunya yakni bisikan baik dari malaikat dan bisikan buruk/jahat dari iblis/syetan. Sementara itu akal kita akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang ada disekitarnya melalui penglihatan dan pendengaran yakni fenomena alam, tata nilai, adat, budaya dll. Dalam menyaring input-input ini terjadi interaksiantara akal dan kalbu. Kalbu dengan dimensi Shadr nya akan mengolah hal-hal yang menyangkut aspek emosional. Shadr adalah potensi kalbu untuk menangkap seluruh nuansa alam dan manusia dari kacamata rasa, yang mencakup kepekaan atas keindahan, kesopanan, dan kelembutan. Shadr ini juga mempunyai potensi untuk mampu memberikan penghargaan atau apresiasi terhadap nilai-nilai keindahan, budaya dan menghormati orang lain. Dimensi fu’ad memberikan ruang untuk akal, berfikir, bertafakur, memilih dan mengolah seluruh data yang masuk dalam qalbu dan aqal manusia. Fu’ad melihat berbagai alamat tanda yang kemudian menjadi ilmu untuk mewujudkannya dalam bentuk amal/perilaku. Pengawal setia Fu’ad ini adalah akal, zikir, pikir, pendengaran, dan penglihatan. Fungsi akal membantu fua`ad untuk menangkap seluruh fenomena yang bersifat lahir, wujud, dan nyata dengan mendayagunakan fungsi nazhar “indra penglihatan” sedangkan hal-hal yang bersifat perenungan. Pemahaman mendalam terhadap hakikat yang bersifat ghalib tidak nyata, dan tidak tampak dalam penglihatan diserahkan kepada potensi pikir dengan mendayagunakan fungsi sam`a “pendengaran”. Akal berkaitan dengan keadaan untuk menangkap seluruh gejala alam yang tampak nyata. Seseorang yang IQ nya tinggi belum tentu termasuk katagori orang yang mendayagunakan fu`ad untuk mengenal hakikat dari penciptaan langit dan bumi serta segala yang tampak. Fu`ad dengan kandungan akal, zikir dan pikir mampu mengetuk nurani untuk mengambil keputusan secara kritis, berani bertindak, dan bertanggung jawab. Dalam mengambil sikap atau keputusan, peranan fu`ad merupakan pasukan qalbu yang paling aterdepan. Fu`ad tampil sebagai assabiqunal awwalun dari pendayagunaan potensi qalbu. Fu`ad yang berfungsi akan menyebabkan diri kita selalu terlibat dalam tanya jawab, apakah dirinya berpihak kepada kebenaran ataukah sedang berada dalam posisi yang salah. Keseluruhan interaksi dari ketiga potensi qalbu ini kemudian akan dirangkum dalam nafs ego nafs inilah yang akan mengambil keputusan akhir yang akan ditindaklanjuti secara fisiologis. Hidup manusia diwarnai oleh pertarungan sengit antara malaikat dan iblis untukmemperebutkan posisi strategis di dalam nafs. Oleh karena itu semua perbuatan manusia selalu didahului pro-kontra, terutama jika perbuatan itu belum menjadi sesuatu yang lazim dilakukan oleh yang bersangkutan, kalau yang menang adalah iblis/syetan, perbuatannya sudah dapat dipastikan perbautan buruk yang akan merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. Sedangkan jika yang menang adalah malaikat, maka akan terjadi sebaliknya. Seluruh potensi qalbu harus selalu disinari cahaya illahi Ruh kebenaran, sehingga ia akan tetap berada didalam jalan kebenaran, mengingat peranan iblis yang dengan gigih berusaha untuk memadamkan cahaya illahi dan menggantinya dengan nyala api yang bernuatan elemen-elemen rendah dan fana yang penuh dengan nafsu hewaniah, maka seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk bertanya kepada hati nurani dan menggugah hati nurani masyarakat yang dipimpinnya, sehingga dapat melaksankan berbagai kebijakan pimpinannya dengan baik. inilah inti dari pelaksanaan manajemen sialturahmi, yang mendayagunakan peran hati nurani, sehingga implementasi dari silaturahmi ini bukan hanya sekedar perbuatan lahir/fisik/jasad, tapi sudah melibatkan peran hati nurani, yang ditunjukkan dengan ketulusan untuk saling mencintai dan menyayangi sehingga timbul saling percaya, saling hormat menghormati antara pemimpin dan bawahannya. IQ Intelligences Quotient tinggi merupakan karunia yang patut disyukuri, namun faktor keberhasilan seseorang bukan satu-satunya karena kualitas IQ-nya. Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan karier dan kemampuan Anda membina hubungan salah satunya Emotional Intelligences EI. Menurut Daniel Goleman penulis Working with Emotional Intelligences mengatakan, hampir 70 persen dari performa karier tergantung pada kemampuan mengenal dan memaksimalkan potensi diri, memotivasi diri serta kemampuan bersosialisasi. Bisa dikatakan dengan kemampuan tersebut, seseorang mampu mencari celah untuk memaksimalkan kesempatan yang datang padanya. Selain itu, kecerdasan emosi merupakan kunci membuka jaringan hubungan bisnis yang efektif. Menurut Doug Lennick, Vice President American Express, mengatakan kompetensi emosi adalah kualitas diri terpenting yang harus dikembangkan dan sebagai akses pengalaman yang berharga. Dalam lingkungan kerja sehari-hari, Anda pasti menghadapi permasalahan nonteknis lebih kompleks dibanding hanya sekedar mengandalkan IQ saja. Sedangkan menurut Warren Bennis, seorang pengarang dari buku Becoming a Leaders menemukan bahwa kecerdasan emosi lebih berpengaruh dibandingkan IQ di bidang karier seseorang. Kendati IQ juga memegang peranan penting, tapi tidak bisa membuat seseorang unggul, sedangkan EQ bisa. Dengan kemampuan EQ seseorang memiliki kapasitas menggunakan emosi secara efektif dan menjadikan Anda sebagai manajer yang baik bagi dirinya sendiri. Mengapa? Karena kemampuan EQ mengefektifkan performa hubungan kerja dengan teman sejawat, atasan atau klien bisnis Anda. Susan Dunn, penulis artikel The Benefits of EQ Coaching for Mid-Level Executives and Professional mengatakan, kebanyakan para eksekutif, CEO, dan profesional memiliki kemampuan analisa dan fokus. Mereka juga mahir menggunakan angka, namun 90 persen dari mereka memiliki kemampuan komunikasi verbal yang baik. Banyak juga profesional yang mengembangkan pendidikan formal bertahun-tahun, namun tidak memiliki pengalaman dan pelatihan, tidak mampu bertahan di dunia kerja. “Kemampuan mengelola EQ menjadi nilai jual tersendiri bagi seorang pekerja, sekali Anda belajar mengenai kreativitas dan hal-hal baru, Anda pasti tak bisa melupakannya,”ujarnya. Bukan hanya kepintaran menyelesaikan pekerjaan saja yang dituntut tapi saat menghadapi situasi yang tidak terduga kesiapan mental Anda dituntut disini. Salah satu contohnya adalah pria terkaya di dunia menurut majalah Forbes, yaitu William Gates III, mengakui bahwa dirinya memang kuliah di Harvard University meski nilai akademisnya tergolong biasa-biasa saja. Jadi, kecerdasan seseorang secara akademis tetap menjadi poin lebih, meski bukan hanya karena IQ. “Seseorang mampu mengembangkan EQ sedangkan IQ umumnya tidak bisa ditingkatkan lagi,”katanya. Susan menambahkan, kecerdasan emosi tak hanya membawa seseorang pada kesuksesan tapi juga keseimbangan hidup, kesehatan, dan kebahagiaan. Selain itu juga mengembangkan bakat kepemimpinan serta kemampuan melihat hal-hal yang berpotensi menjadi besar, itulah kemampuan EQ. Kecerdasan Intelejensi. Keberhasilan manusia menurut pendapat umum dipengaruhi oleh peran besar kecerdasan intelegensi atau IQ. Artinya hanya mereka yang memiliki kecerdasan intelektual, akademis, matematis saja yang mampu mewujudkan keberhasilan seseorang termasuk keberhasilan dalam pekerjaan. Kepintaran banyak dimanfaatkan dalam dunia kerja misalnya dalam level manajemen atas sebagai pihak perencana strategis yang akan menentukan nasib organisasi di masa depan. Kemampuan untuk menyusun program-program jangka panjang, prediksi ke masa depan, menyusun perkiraan-perkiraan strategis, memerlukan kemampuan intelektual tinggi untuk keperluan analisis-analisis mendalam. Hal ini memerlukan intelejensi baik agar segala yang ingin diraih dapat terwujud dengan efektif. Demikian juga untuk manajemen teknis dan operasional diperlukan kemampuan yang tinggi untuk mensukseskan program-program strategis yang telah disusun oleh top manajemen. Kebanyakan perusahaan memanfaatkan orang-orang yang ber-IQ tinggi dengan memanfaatkan seleksi awal berupa tes kecerdasan intelejensi. Harapan dari perlakuan seleksi seperti ini adalah memperoleh tenagatenaga yang berkualitas yang dapat membangun perusahaan ke arah pencapaian kinerja tinggi. Banyak dari mereka yang berhasil lulus dalam seleksi berbasis IQ ini memiliki kinerja yang tinggi dan mendapat karir baik dalam pekerjaannya. Dengan demikian menurut teori kecerdasan kognitif, bahwa IQ seseorang berpengaruh positif terhadap kesuksesan di dalam bekerja dan berkarir. Walaupun IQ adalah tolak ukur dari kepintaran seseorang, IQ bukan merupakan satu-satunya indikator kesuksesan. IQ atau tingkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan IQ-EQ, 2002. Untuk itu seseorang yang ber-IQ tinggi, belum tentu mutlak akan berhasil memecahkan permasalahan-permasalahan di dalam dunia kerja yang kompleks, tetapi perlu adanya sisi cerdas lain dari diri karyawan tersebut. Kecerdasan Emosional. Goleman seorang peneliti ilmu-ilmu perilaku dan otak, Doktor dari Harvard University, menyatakan bahwa IQ hanya berpengaruh 5-10 % terhadap keberhasilan, sisanya adalah faktor kecerdasan lain. Lebih lanjut Goleman menyatakan faktor kecerdasan penting yang lain tersebut adalah Emotional Quotient EQ Goleman, 2002. EQ berorientasi kepada kecerdasan mengelola emosi manusia. Di dalamnya terdapat unsur kemampuan akan kepercayaan diri sendiri, ketabahan, ketekunan, menjalin hubungan sosial. Jika pekerja memiliki kecerdasan rata-rata, sebenarnya ia dapat meraih prestasi kerja yang tinggi jika adanya kepercayaan terhadap diri sendiri, tidak terlalu tergantung kepada orang lain, ketabahan menghadapi beban kerja, ketekunan dalam bekerja, melakukan kontak-kontak sosial dalam kerja, akan merubah posisi seorang yang semula berprestasi rata-rata menuju tingkat prestasi yang lebih baik. Sebuah penelitian pada hampir orang di 36 negara dan mengungkapkan hubungan positif antara kecerdasan emosional dan kesuksesan dalam kehidupan pribadi dan pekerjaan Stein dan Book, 2002. Ini menunjukkan bahwa seorang karyawan juga akan berhasil jika di dalam diri mereka terbentuk nilai-nilai EQ yang tinggi. Penelitian-penelitian lain menunjukkan bahwa IQ dapat digunakan untuk memperkirakan sekitar 1-20 % keberhasilan dalam pekerjaan, EQ di sisi lain berperan 27-45 % berperan langsung dalam keberhasilan pekerjaan. Jan Derksen dan Theodore Bogels di Belanda dari hasil penelitiannya diperoleh bahwa ada hubungan yang signifikan yakni orang-orang yang ber-EQ tinggi dengan kemampuan menghasilkan banyak uang Stein dan Book, 2002. Penciptaan kesadaran akan EQ ini seperti merupakan penciptaan akan aspek afeksi karyawan untuk siap terjun dalam dunia kerja yang penuh dengan tantangan dan kompetisi tinggi, stress, sehingga memerlukan pengelolaan emosional yang baik. Seorang pakar sekaligus pengamat sumber daya manusia, Parlindungan Marpaung memberikan solusi untuk mengelola emosional dalam bekerja Marpaung, 2002. Ketika tuntutan EQ menjadi fokus utama dalam pemberdayaan karyawan dalam rangka jenjang karier seseorang maupun pengembangan pribadinya, tentu menjadi satu hal yang menakutkan bagi seseorang setelah dia menyadari bahwa EQnya tidak terlalu menonjol. Satu hal yang paling berbahaya adalah ketika seseorang tidak menyadari bahwa EQ-nya sangat dangkal dan bangga dengan gelar/pengetahuan yang dimilikinya IQ. Oleh karena itu, perlu beberapa langkah praktis untuk membangkitkan kesadaran ini dan meningkatkan kecerdasan emosi menuju kecakapan emosi yang maksimal di tempat kerja. EQ tidak ada yang permanen, dalam arti kata dapat diubah ditingkatkan dan inilah tekad pertama untuk memulai langkah pertama. Pertama, mengenal kekuatan dan kelemahan diri terutama dalam berhubungan dengan orang lain. Beberapa cara dapat dilakukan, di antaranya dengan meminta feedback umpan balik dari orang lain terutama rekan terdekat tentang tingkah lakunya selama ini. Tingkah laku yang sudah proporsional dipertahankan dan ditingkatkan, sementara yang dirasa kurang dan tidak profesional sebagai seorang karyawan/pimpinan harus diubah transformasi diri. Kedua, bergaul dan berelasi dengan banyak orang dari berbagai latar belakang dan karakter. Seringkali kita terjebak dalam relasi yang menyenangkan, hanya bergaul dengan orang-orang sepaham, bebas konflik, dan alergi dengan perbedaan pendapat. Ketiga, belajar setia dan komit terhadap tugas-tugas yang sudah disepakati bersama serta dilakukan dengan konsisten. Bahkan, tidak hanya itu, dengan mencoba “menantang” diri sebenarnya kita sedang berusaha mengatur diri dengan optimal. Misalnya, jika kesepakatan untuk sales target bulan ini 250 juta, buat “kesepakatan” diri sales target-nya sebesar 300 juta. Jangan cepat puas dengan pencapaian yang sesuai dengan apa yang sudah disepakati. Berilah diri lebih go the extramiles, kita pun akan memperoleh nilai diri lebih dalam performance appraisal. Keempat, kurangi waktu untuk sibuk mengurusi orang lain, apalagi memiliki kegemaran menyebar gosip dan rumor di kantor. Kegemaran ini justru akan menyerap energi kita yang semestinya dapat dipergunakan untuk mengembangkan kecerdasan emosi tersebut. Hanna 1997 mengatakan bahwa aktivitas demikian justru akan menurunkan rekening bank harga diri kita. Kelima, bertingkah laku asertif, nyatakan benar kalau benar dan salah jika salah. Hal itu dilakukan tentu berdasarkan koridor-koridor dan track etika perusahaan yang profesional. Karyawan/pimpinan yang safety player demi menyelamatkan kedudukan/fasilitas yang dimilikinya dan membiarkan kondisi yang merusak tatanan perusahaan tetap berlangsung menunjukkan kekerdilan kecerdasan emosinya. Keenam, keep learning, terus belajar baik melalui pengalaman pekerjaan sehari-hari, membaca buku pengembangan diri, mengikuti pendidikan formal maupun pelatihan-pelatihan yang sifatnya soft skill. Tidak ada kata tamat untuk belajar karena melalui media inilah kita dapat memosisikan diri dalam self continous improvement. Ketujuh, mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dalam doa permohonan dan ucapan syukur. Kita adalah ciptaan-Nya, sudah sepatutnya kembali kepada Sang Pencipta untuk memohon dalam kerendahan hati agar Dia mengubahkan kita. Tak lupa tetap mensyukuri nikmat dan berkat yang sudah kita terima hingga saat pesawat yang sedang take off dan memerlukan power kekuatan besar, demikian pula kita akan memerlukan energi yang besar dan disertai tekad yang bulat untuk mentransformasi diri untuk peningkatan kecerdasan emosi. Ketika benih kemauan sudah mulai bertunas, bentangkan jalan-jalan indah yang akan kita lalui untuk menjadi lebih baik. BC. Forbes Founder Forbes pernah mengemukakan bahwa bekerja merupakan hidangan utama kehidupan, sedangkan kesenangan merupakan hidangan penutup. Lebih memuaskan menjadi sopir truk no. I, daripada jadi eksekutif peringkat kesepuluh. Kecerdasan Spiritual. Nilai-nilai SQ juga berperan penting akan pembentukan prestasi kerja secara umum. Kesalahan selama ini adalah pendewaan akan IQ walau sebenarnya terdapat kecerdasan lain yang perlu diseimbangkan untuk sebuah kesuksesan. Sekularisasi pemikiran masyarakat mengarahkan orang-orang untuk mengejar kesuksesan secara fisikal dan material, seperti karier, jabatan, kekuasaan, dan uang. Orientasi materi dan pemisahan seperti ini dapat menjadi sebab tumbuhnya pemikiran pesimisme bagi mereka yang memiliki kecerdasan rata-rata, lalu melakukan tindakan tidak etis untuk meraih sebuah kesukesan material. Kesombongan dapat terjadi bagi mereka yang berintelektual tinggi atau mereka yang pintar, tidak menghargai bawahan jika menjadi pemimpin. Kondisi lain, mereka yang terlibat dalam kehidupan material baik bagi yang pintar ataupun tidak, adalah kemudahan untuk tidak bisa bertahan akan benturan permasalahan kerja, mudah frustasi, stress akibat tidak adanya keseimbangan spiritual di dalam diri manusia-manusia modern. Untuk itu kecerdasan spiritual perlu ada di dalam diri seseorang dalam meraih kesuksesan. Danah Zohar dan Ian Marshal mengartikan SQ sebagai pemahaman akan nilai dan kesadaran, Agustian 2001a mengkaitkannya dengan masalah ketuhanan. Seorang karyawan perlu menyadari nilai-nilai kehidupan yang integralistik tidak hanya pada masalah material tapi juga spiritual. Intinya bekerja adalah penting bagi kehidupan dan merupakan ibadah bagi yang melakukannya. Seorang karyawan yang pintar tetap memerlukan SQ, atau jika kemampuan seseorang kurang dapat ditutupi dengan keyakinan adanya Allah yang menolong yakni pada saat keikhlasan bekerja ada di dalam diri. Aspek fisiknya, prestasi hanya dapat dicapai hanya dengan bekerja keras, ketekunan, ketabahan ditambah dengan IQ yang ada pada diri seseorang. Dalam seminar nasional bertajuk “Spiritual Quotient, Cerdas Akal-Cerdas Hati-Cerdas Nurani” di Universitas Muhammadiyah Surakarta UMS di Solo, Agustian 2001b menjelaskan, ketika memasuki rutinitas kerja sehari-hari, manusia sering lupa menyatukan pikiran dan hati, sehingga mengalami split personality kepribadian terpecah dan sulit memaknai hasil kerjanya sendiri. Kita cenderung mengejar kemewahan, uang, pesta pora, dan kesuksesan dalam berbagai usaha, tetapi lupa memaknai setiap hasil usaha dan perilaku kita. Oleh karena itu, kita membutuhkan emotional spiritual quotient ESQ sebagai bekal untuk menyatukan intelligent quotient IQ dan emotional quotient EQ. Kesimpulan dan Saran Faktor keberhasilan seseorang didalam memimpin ternyata bukan semata-mata ditentukan oleh faktor pendidikan formal atau bahkan bukan ditentukan oleh kemampuan dan kecerdasan inteltual, tapi kontribusi terbesar yang mendukung keberhasilan seseorang adalah kemampuan berinteraksi dengan orang lain dalam wujud siltarturahmi basa-basi atau seremonial, tapi silaturahmi yang ikhlas semata-mata untuk mewujudkan dan mempererat tali kasih sayang. Tidak ada artinya tangan bersalaman dan saling tegus sapa antara pimpinan dan bawahannya, tapi hatinya tidak ikut bersalaman. Tidak ada gunanya kalau seorang pemimpin menggembar -gemborkan perlunya silturahmi tapi ia tidak memberikan contoh yang baik dalam melaksanakan siltaturahmi yang berkualitas. Kadang-kadang ada pemimpin yangmampu bersilaturahmi dengan sebagian kecil kelompok, sementara kelompok yang lain diabaikan bahkan luput dari perhatiannya. Hal ini berarti manajemen silaturahmi belum dijalankan dengan baik, sehingga tidak dapat menyelesaikan berbagai persoalan di lingkungan dan leadership dalam setiap jenjang pendidikan. Kurikulum pendidikan harus mengarah pada peningkatan kompetensi berkenaan dengan keterampilan hidup. Keterampilan hidup yang dimaksud bukan hanya kompetensi untuk memperoleh pengetahuan dan untuk memperoleh pengetahuan dan untuk tumbuh berkembang bagi diri sendiri, seperti kemampuan membaca, menulis, berhitung, hidup sehat dan lain-lain, tetapi perlu diberikan kompetensi organisasi dengan baik. Konsep manajemen silaturahmi Masil menghendaki agar semua persoalan dapat diselesaikan melalui pendekatan hati nurani, dengan prinsip saling menyayangi diantara sesama manusia. Keterampilan hidup yang lebih luas, baik di rumah, di tempat kerja maupun di lingkungan masyarakat, sehingga anak didik mampu menghayati kehidupan dan lingkungannya. Dalam hal ini kemampuan intra personal dan inter personal sangat mendukung untuk maksud tersebut, agar dapat menjalin hubungan dengan orang lain secara baik dan efektif. Jadi, dari pemaparan pengertian dari IQ, EQ, SQ, CQ, AQ dapat disimpulkan bahwa kecerdasan intelektualIQ saja tidak cukup tetapi harus saling melengkapi antara EQ,SQ,CQ,AQ Faktor keberhasilan seseorang didalam memimpin ternyata bukan semata-mata ditentukan oleh faktor pendidikan formal atau bahkan bukan ditentukan oleh kemampuan dan kecerdasan inteltual, tapi kontribusi terbesar yang mendukung keberhasilan seseorang adalah kemampuan berinteraksi dengan orang lain dalam wujud siltarturahmi basa-basi atau seremonial, tapi silaturahmi yang ikhlas semata-mata untuk mewujudkan dan mempererat tali kasih sayang. Tidak ada artinya tangan bersalaman dan saling tegus sapa antara pimpinan dan bawahannya, tapi hatinya tidak ikut bersalaman. Tidak ada gunanya kalau seorang pemimpin menggembar -gemborkan perlunya silturahmi tapi ia tidak memberikan contoh yang baik dalam melaksanakan siltaturahmi yang berkualitas. Kadang-kadang ada pemimpin yangmampu bersilaturahmi dengan sebagian kecil kelompok, sementara kelompok yang lain diabaikan bahkan luput dari perhatiannya. Hal ini berarti manajemen silaturahmi belum dijalankan dengan baik, sehingga tidak dapat menyelesaikan berbagai persoalan di lingkungan dan leadership dalam setiap jenjang pendidikan. Kurikulum pendidikan harus mengarah pada peningkatan kompetensi berkenaan dengan keterampilan hidup. Keterampilan hidup yang dimaksud bukan hanya kompetensi untuk memperoleh pengetahuan dan untuk memperoleh pengetahuan dan untuk tumbuh berkembang bagi diri sendiri, seperti kemampuan membaca, menulis, berhitung, hidup sehat dan lain-lain, tetapi perlu diberikan kompetensi organisasi dengan baik. Konsep manajemen silaturahmi Masil menghendaki agar semua persoalan dapat diselesaikan melalui pendekatan hati nurani, dengan prinsip saling menyayangi diantara sesama manusia. Keterampilan hidup yang lebih luas, baik di rumah, di tempat kerja maupun di lingkungan masyarakat, sehingga anak didik mampu menghayati kehidupan dan lingkungannya. Dalam hal ini kemampuan intra personal dan inter personal sangat mendukung untuk maksud tersebut, agar dapat menjalin hubungan dengan orang lain secara baik dan efektif. Jadi, dari pemaparan pengertian dari IQ, EQ, SQ, CQ, AQ dapat disimpulkan bahwa kecerdasan intelektualIQ saja tidak cukup tetapi harus saling melengkapi antara EQ,SQ,CQ,AQ
A holistic approach to leadership requires knowledge, intelligence ü Physical PQü Intellectual IQü Emotional EQü Spiritual SQThey are interrelated in that they build on each other as one’s intellectual level increases over time through normal life experiences, academic achievements and professional expertise in our chosen importance of Physical Intelligence PQ to the overall well-being of personal health and Intelligence relates to Gardner’s bodily-kinesthetic intelligence. Furthermore, current studies and findings prove the necessity of maintaining a strong fitness level to improve longevity and body Intelligence SQThe ability to behave with wisdom and compassion, while maintaining inner and outer peace, regardless of the situationWisdom and compassion being the pillars of SQDeeper understanding of one’s own world view, life purpose, value hierarchy and controlling personal ego to consider the higher of one’s spiritual growth, living your purpose, values and vision, sustaining faith in and seeking guidance from a higher awareness of world view of others, limitations and power of human perception, awareness of spiritual laws and transcendental onenessEmotional Intelligence EQEQ is associated with better performance in nine different areas of leadership and management. Goleman’s research clearly shows that EQ is the sine qua non – absolute requirement – of principles and practices for improvements in Self-Awareness and Self-Management self-confidence; self-control; adaptability; more socially empathetic; service orientation to others and the Management inspirational leadership practices; change management; conflict resolution skills; teamwork building Quotient IQLife-long learning is widely regarded as the increase in the intellectual level – IQ – of everyone wishing to improve one’s mind, professional expertise, and position in life. IQ contributes significantly to the personal “wisdom” one attains throughout the maturing Quotient I Q Continuing education is a never-ending process in raising one’s intellectual levelTo exist is to change, to change is to mature, to mature is to go on creating oneself endlesslyLife-long learning is widely regarded as the increase in the intellectual level – IQ – of everyone wishing to improve one’s mind, professional expertise, and position in lifeIQ contributes significantly to the personal “wisdom” one attains throughout the maturing in classes of higher learning, obtaining a second degree, technical expertise improvement intellectual topics such as philosophy, religion, symbolism, leadership, yourself with people or organizations where life-long learning Intelligence PQ Ability to listen, identify and respond to internal messages about one’s physical self. Pain, hunger, depression, fatigue and frustration are about and understand the mind body connection. For instance stomach telling mind it is time to stop eating; understanding the difference between the internal voice of wants vs. needsDetermining our body’s perfect weight, fitness level and perfect or Curiosity Quotient CQ Cultural intelligence or cultural quotient CQ is a term used in business, education, government and academic research It can be understood as the capability to relate and work effectively across cultures The concept is related to that of cross-cultural competence Lays a strong inquisitive foundation for the company, encouraging a culture of innovationAdversity Quotient AQ Adversity quotient is the ability to handle adversities well ; Ability to adapt to and thrive in an environment of changeIt is one of the most sought-after characteristics of a person in many is known by many other names grit, backbone, fortitude, persistence, tenacity, and self-sufficiency. Unlike and employers associate with stability, strength, and power
Setiap individu memiliki potensi diri, dan setiap potensi antara satu individu dengan individu yang lain pastilah berbeda. Potensi diri tersebut dibedakan menjadi dua, yakni potensi fisik dan potensi psikis. Potensi fisik menyangkut dengan keadaan dan kesehatan tubuh kurus, gemuk, dan lain-lain, wajah ganteng, jelek, cantik dan lain-lain, dan ketahanan tubuh mudah sakit atau tahan sakit . Sedangkan potensi psikis berhubungan dengan IQ Intellegence Quotient , EQ Emotional Quotient , SQ Spiritual Quotient , AQ Addversity Quotient ,CQ Creativity Quotient , dan ESQ Emotional Spiritual Quotient yang merupakan gabungan dari EQ dengan SQ . IQ Intellegence Quotient IQ merupakan kepanjangan dari Intelegence Quotient yang artinya ukuran kemampuan intelektuas, analisis, logika, dan rasio seseorang. IQ adalah istilah kecerdasan manusia dalam kemampuan untuk menalar, perencanaan sesuatu, kemampuan memecahkan masalah, belajar, memahaman gagasan, berfikir, penggunaan bahasa dan lainnya. Anggapan awal bahwa IQ adalah kemampuan bawaan lahir yang mutlak dan tidak bisa berubah adalah mitos alias salah kaprah , karena penelitian modern membuktikan bahwa kemampuan IQ seseorang dapat meningkat dari proses belajar. Kecerdasan ini pun tidaklah baku untuk satu hal saja tetapi untuk banyak hal. Ciri Ciri Perilaku Intellegence -Masalah yang dihadapi merupakan masalah baru bagi yang bersangkutan. -Serasi tujuan dan ekonomis / efesien. -Masalah mengandung tingkat kesulitan. -Keterangan pemecagannya dapat diterima -Sering menggunakan abstraksi. -Bercirikan kesempatan. -Memerlukan pemusatan perhatian. EQ Emotional Quotient Kecerdasan emonisional adalah kemampuan pengendalian diri sendiri, semangat dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam orang lain, dan berdoa, untuk memelihara hubungan dengan sebaik baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin diri dan lingkungan sekitarnya. Aspek EQ -Kemampuan kesadaran diri. -Kemampuan mengelola emosi. -Kemampuan memotivasi diri. -Kemampuan mengendalikan emosi orang lain. -Kemampuan berhubungan dengan orang lain empati -Menghargai emosi negatif orang lain. -Sabar menghadapi emosi negatif orang lain. -Sadar dan menghargai emosi diri sendiri. -Peka terhadap emosi orang lain. -Tidak bingung menghadapi emosi orang lain. -Tidak menganggap lucu emosi orang lain. Sifat EQ Tinggi -Berempati. -Mengungkapkan dan memahami perasaan. -Mengendalikan amarah. -Kemampuan menyesuaikan diri. -Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi. -Hormat, ramah, setia, dan tekun. SQ Spiritual Quotient Kecerdasan spiritual tidak selalu berhubungan dengan agama. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa yang dapat membantu seseorang membangun dirinya secara utuh. Kecerdasan spiritual berasal dari dalam hati, menjadikan kita kreatif ketika dihadapkan pada masalah pribadi, dan mencoba melihat makna yang terkandung di dalamnya, serta menyelesaikannya dengan baik agar memperoleh ketenangan dan kedamaian hati. Kecerdasan spiritual membuat inividu mampu memaknai setiap kegiatannya sebagai suatu ibadah. Ciri Ciri SQ Tinggi -Memiliki prinsip dan visi yang kuat. -Berprinsip kebenaran, keadilan, dan kebaikan. -Mampu memaknai setiap sisi kehidupan. -Mampu untuk menghadapai rasa takut. -Cenderung memandang segala sesuatu itu berkaitan. AQ Addversity Quotient AQ adalah kemampuan / kecerdasan seseorang untuk dapat bertahan menghadapi kesulitan kesulitan dan mampu mengatasi tantangan hidup. Paul G Stolz dalam AQ membedakan 3 tingkatan AQ dalam masyarakat -Tingkat Quitrers orang yang berhenti Qoitrers adalah orang yang paling lemah AQ nya. Ketika ia menghadapi masalah ia langusung berhenti dan menyerah. -Tingkat Campers orang yang berkemah Orang yang memiliki tingkay Campers memiliki AQ sedang. Ia merasa cukup dan puas dengan apa yang dicapainya dan ia tidak ingin lebih maju. -Tingkat Climbers orang yang mendaki Climbers adalah orang yang ber-AQ tinggi dengan kemampuan dan kecerdasan yang tinggi untuk dapat bertahan menghadapi kesulitan dan mampu mengatasi tantangan hidup. CQ Creativity Quotient Creativity adalah potensi seorang untuk memunculkan suatu yang merupakan penemuan baru dalam bidang ilmu dan teknologi serta semua bidang lainnya. 5 Ciri Kreatifitas -Kelancaran / kefasihan. Kemampuan memproduksi banyak ide. -Keluwesan. Kemampuan untuk mengajukan bermacam-mcam pendekatan jalan pemecahan masalah. -Keaslian. Mampu untuk melahirkan gagasan yang original atau asli -Penguraian Kemampuan menguraikan sesuatu secara terperinci. -Perumusan kembali Kemampuan untuk mengkaji kembali suatu persoalan melalui cara yang berbeda dengan yang sudah lazim. ESQ Emotional Spiritual Quotient ESQ merupakan gabungan dari EQ dengan SQ yang berupa penggabungan antara pengendalian kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual. Itulah artikel yang bisa saya sampaikan dan semoga bermanfaat. Jika bermanfaat tolong di share untuk membagikan informasi kepada yang lain. Bila ada masukan atau pendapat silahkan komen di pos yang sudah saya sediakan. Terima kasih.
In 2019, eight students tied for the top spot at the Scripps National Spelling Bee, an unprecedented phenomenon. These 12- to 14-year olds seemed like they could keep going indefinitely beyond the stipulated three-hour mark, spelling words such as callejón’ and omphalopsychite.’ All contestants had survived several hours under warm camera lights, Twitterati comments, analyst ratings of their style. One of the contestants stumbled back, drained, after spelling the last word correctly. Others had tears in their eyes. Spelling bee champions are often cited for their high academic achievement and IQ. But this grueling final round went much beyond academics, challenging contestants on multiple dimensions. Howard Gardener put forth the Multiple Intelligences theory in his 1983 book, Frames of Mind. Gardner argued that multiple intelligence dimensions lend a unique cognitive profile for each individual, positing eight frames of mind verbal, mathematical, spatial, kinesthetic, musical, intrapersonal, and naturalist. More recently, a new vocabulary has emerged for individual competencies with a range of “quotients”—along with IQ, we now also have EQ, CQ, AQ, and SQ. Here’s a quick primer on these terms so you can put your best foot forward and help others harness their strengths. Intelligence Quotient or IQ signifies mental potential and academic ability. Intelligence measurement methods exist since the late 19th century, and in 1912, German psychologist William Stern came up with the formula “ratio of mental age to chronological age times 100” to measure IQ. Over time, having a high IQ came to be considered a mark of brilliance—the most cited examples being Albert Einstein and Stephen Hawking, both with an IQ score of 160. Mensa, which means table’ in Latin, is a society that recognizes individuals whose IQ belongs to the top 2% of the population, and over time, Mensa entry has become the highest bar for proving your intelligence. IQ was deeply ingrained within our academic assessment and hiring/ promotion systems for a long time. But it is now being tested as not being the only valid assessment measure. Thinkers like Angela Duckworth posit that the greatest predictor of academic success is not intelligence, but rather self-discipline. The ability to manage yourself has become the new measure of assessing competence in the 21st century, giving rise to a focus on EQ, CQ, AQ, and SQ. Emotional Quotient or EQ made waves in the 1990s with its founding fathers John D Mayer and Peter Salovey who created a framework for emotional intelligence 1990. Daniel Goleman championed the concept in his 1995 book, Emotional Intelligence. EQ is the ability to understand your own and others’ emotions, and to use emotional information to guide thinking, behavior, and interpersonal relationships. Unlike IQ which is deemed to be something you are born with, EQ can be acquired. Want to know how to nurture your EQ? Travis Bradberry’s Emotional Intelligence can offer you some pointers. Diverse companies such as Nike, Ford, Boeing, Wipro, and Dabur have embraced the Spiritual Quotient SQ as part of their managerial vocabulary. Danah Zohar and Ian Marshall’s pioneering 2001 book on the subject created awareness around what is considered our most fundamental intelligence. Building a foundation of trust and happiness is now considered important for organizational as well as individual success. Above all, educational institutions and corporates believe that individuals with a high SQ are able to put the interests of others ahead of personal interests and have come to value SQ in a VUCA volatile, uncertain, complex, ambiguous environment. In a 2015 PwC survey of more than a 1000 CEOs, a number of them cited curiosity and open-mindedness as leadership traits that are becoming increasingly critical in our present turbulent times. This is partly because curious leaders lay a strong inquisitive foundation for the company, encouraging a culture of innovation. Indeed, a 2014 Harvard Business Review article introduced the concept of a Curiosity Quotient CQ. Individuals with higher CQ are more desirable in education systems and workplaces because they are inquisitive and open to new experiences, more tolerant of ambiguity, and therefore capable of producing simple yet nuanced solutions to complex problems. The latest buzzword in education and business is Adaptability Quotient AQ. Adaptability will become increasingly important to our future with AI and ML changing the nature of work. PwC’s Adapt to Survive studies over diverse geographies measured talent adaptability scores and found the Netherlands to be the top scorer, while India had the lowest score. The business case is clear adaptability can unlock up to USD 130 billion in additional productivity, according to PwC. “Continuous learning lies at the heart of thriving,” says the 2017 World Economic Forum report. In this spirit, we should focus our energies on developing a wide range of quotients.’ Perhaps our multiple intelligences can help us navigate a path through the artificial intelligence workscape, where machines and humans will cohabit and collaborate. What do you consider to be your strongest “quotient” and how can you leverage it in your education and career?
pengertian iq eq aq cq sq